Di era digital seperti sekarang, konten berperan sangat penting bukan hanya menjadi pelengkap saja, tapi justru jadi ujung tombak dalam membangun brand, menarik pelanggan, dan meningkatkan kesadaran akan brand tersebut serta penjualan. Bisnis tanpa hal ini ibarat toko tanpa etalase tidak ada yang bisa menarik perhatian.
Sumber: Canva
Konten adalah segala bentuk informasi yang dibuat dan dibagikan oleh suatu bisnis untuk menjangkau, mempengaruhi, dan membangun hubungan dengan audiens mereka. Dalam konteks bisnis digital, mereka tidak hanya berupa tulisan, tapi juga bisa berupa gambar, video, audio, infografik, dan bahkan komentar di media sosial. Konten berfungsi sebagai jembatan antara brand dan konsumen. Melalui konten, sebuah bisnis dapat menyampaikan pesan, menjelaskan suatu produk, membangun kepercayaan, hingga mendorong orang untuk melakukan pembelian.
Jenis-jenis konten yang umum digunakan dalam dunia digital marketing antara lain adalah
Di dunia digital yang serba cepat ini, konten adalah cara kita berbicara kepada pelanggan, membujuk mereka untuk melihat lebih dekat, dan akhirnya meyakinkan mereka untuk membeli. mari kita bahas apakah konten memang sepenting itu?
Di dunia nyata, orang melihat etalase atau bertemu secara langsung dengan penjual. Tapi di dunia digital? Yang mereka lihat pertama kali adalah konten, entah itu postingan Instagram, artikel blog, atau video TikTok. hal ini membentuk kesan pertama untuk pelanggan. Kalau menarik, mereka akan lanjut. Kalau membosankan, mereka tinggal scroll saja. Simple, kan? maka dari itu kita harus membuat sesuatu yang menarik dan relevan dengan calon customer kita, agar mereka mau menonton atau membaca produk yang kita pasarkan.
Pelanggan tidak akan langsung percaya begitu saja dengan apa yang kita pasarkan. Mereka butuh waktu untuk berfikir. dengan topik yang baik akan membantu membangun hubungan dan kepercayaan pada pelanggan. Misalnya, kamu jualan skincare. Kamu bisa bikin konten edukatif tentang bahan aktif, cara pakai, atau testimoni pengguna. Dari situ, audiens mulai merasa, “Oh, brand ini ngerti banget masalahku", dan akhirnya membuat calon pelanggan menjadi tertarik dan akhirnya berpikir untuk melakukan pembelian atau transaksi.
Pemasaran yang baik bukan melulu soal hard selling. Justru, konten yang mengajak audiensnya untuk berinteraksi, yang relate, menghibur, atau memberikan solusi, lebih banyak disukai. Dengan begitu, brand kamu bukan cuma jadi “toko online”, tapi berubah jadi teman digital yang selalu hadir di timeline mereka. hal ini disebabkan juga karena calon pembeli kurang suka dengan cara pemasaran dengan hard selling, karena mereka seperti merasa sedang dipaksa untuk melihat dan membeli produk tersebut, sedangkan mereka juga masih belum tau atau yakin dengan produkmu. Semakin kaku teknik pemasaranmu semakin membosankan dan akhirnya di tinggalkan oleh calon pelanggan.
Pernah nyari sesuatu di Google dan klik artikel blog paling atas? Nah, itulah hasil dari konten yang dioptimasi untuk SEO. Dengan membuat artikel, landing page, atau deskripsi produk yang tepat, Google akan lebih mudah menampilkan bisnis kamu ke calon pelanggan yang lagi membutuhkan produk kamu.
Konten yang baik tidak terasa seperti iklan (Soft Selling). Tapi dia tetap bisa mendorong orang untuk beli produk kamu. Misalnya, kamu bikin video “Behind the Scene” proses pembuatan produk. Tanpa sadar, orang yang menonton jadi penasaran dan ingin punya produkmu. Itulah kekuatan soft selling.
Konten yang kamu buat hari ini bisa bekerja untukmu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ke depan. Artikel yang viral, video yang sering dicari, atau postingan yang banyak disimpan, semua bisa terus mendatangkan traffic dan menjadi calon pelanggan baru untuk toko atau produk kamu.
Untuk membangun sebuah brand yang kuat tidak cukup hanya dengan sekali viral saja, tapi bagaimana setiap penampilan atau postingan, baik dari segi tulisan, visual, maupun pesan untuk selalu selaras. Ini soal konsistensi, bukan sekadar viral di satu waktu saja.
Banyak pelaku usaha digital yang terjebak dalam euforia membuat isi yang menarik sesaat, tanpa mempertimbangkan hubungan atau relevansi yang seharusnya menjadi identitas brand mereka sendiri. Padahal, kalau terlalu sering berubah-ubah gaya bicara, tone, visual, atau tema pembahasan, audiens akan bingung, Sebenarnya brand ini maunya apa sih? hal ini akhirnya membuat brand terlihat seperti krisis identitas.
Setiap brand punya personalitynya masing-masing. Ada yang memiliki gaya yang santai dan lucu, ada yang elegan dan profesional, ada pula yang edukatif dan membumi. Nah, karakter inilah yang perlu dijaga dan diterjemahkan secara konsisten dalam setiap materi yang disampaikan mulai dari caption, artikel, visual desain, hingga video pendek. Jangan sampai hari ini berbicara seperti teman nongkrong, tapi besok berubah jadi super formal. Atau hari ini pakai visual earth tone minimalis, tapi minggu depan tiba-tiba tampil dengan warna neon mencolok. Ketidak sesuaian ini bisa mengikis kepercayaan audiens dan membuat citra brand buruk dan terkesan tidak jelas.
Dalam dunia digital yang dinamis, godaan untuk ikut tren memang besar. Melihat banyak brand lain viral karena topik tertentu, rasanya ingin juga mencoba. Tapi ingat, tidak semua hal yang sedang ramai atau viral cocok untuk semua bisnis. Sebuah brand perlu tahu siapa targetnya. Apa yang calon pelanggan mereka sukai, bagaimana cara mereka berinteraksi, dan jenis pesan seperti apa yang paling efektif. Mengikuti tren boleh saja, tapi pastikan tetap berada di jalur identitas produk atau toko kalian. Jangan sampai hanya karena ingin viral, malah kehilangan arah dan merusak positioning yang sudah susah payah dibangun.
Sebelum merancang sebuah materi, pahami dulu calon pelangganmu, seperti:
Konten yang baik bukan hanya menarik untuk dilihat atau dibaca saja, tapi juga mampu menggerakkan calon pelanggan untuk melakukan sesuatu. Entah itu mengklik tautan, mendaftar newsletter, membeli produk, atau membagikan ke teman-temannya, semuanya adalah bentuk respons yang sangat berharga untuk bisnis. Kunci utamanya ada pada CTA atau yang lebih dikenal sebagai Call to Action. CTA sendiri artinya adalah ajakan atau dorongan yang ditulis secara strategis agar audiens tahu apa yang harus mereka lakukan setelah mengkonsumsi sebuah konten. Misalnya:
Tanpa CTA, audiens bisa saja hanya membaca atau melihat tanpa tahu langkah selanjutnya mereka harus berbuat apa. Ini ibarat mengajak orang masuk ke toko, tapi tidak menunjukkan kasir, ruang coba, atau tempat promosi, sayang sekali, kan?. Maka dari itu CTA bertujuan untuk mengarahkan calon pelanggan agar mereka tidak hanya sekedar tertarik saja.
Tujuan dari CTA sendiri adalah untuk:
Banyak yang mengira CTA adalah bentuk hard selling. Padahal, tidak selalu. CTA bisa dibuat halus, ramah, dan tetap terasa alami. Yang penting adalah konteks dan cara penyampaiannya seperti apa. Contoh CTA:
Di era digital seperti saat ini, konten bukan lagi sekadar pelengkap dalam bisnis saja, ia adalah pusat dari semua aktivitas pemasaran online. Konten membantu bisnis membentuk identitas, membangun kepercayaan, berinteraksi dengan audiens, dan tentu saja, mendorong penjualan.
Dengan konten yang tepat, brand bisa tampil menonjol di antara persaingan, dikenal lebih luas, dan lebih dekat dengan pelanggan potensial. Tapi itu semua tidak cukup hanya sekali viral atau sekadar ikut tren. Konsistensi, relevansi, dan pemahaman terhadap audiens adalah fondasi utama agar konten benar-benar bisa berdampak jangka panjang.
Call to Action (CTA) juga menjadi jembatan yang mengubah ketertarikan menjadi aksi nyata, dari membaca jadi membeli, dari melihat jadi membagikan. CTA tidak harus selalu terdengar seperti jualan. Dengan pendekatan yang halus dan kontekstual, CTA justru bisa memperkuat hubungan antara brand dan audiens, tanpa membuat mereka merasa dipaksa. Maka, jika kamu ingin bisnismu tumbuh secara digital, mulailah dengan konten. Buat yang relevan, bangun suara yang konsisten, pahami siapa audiensmu, dan jangan lupa arahkan mereka dengan CTA yang tepat. Karena dalam dunia digital yang penuh distraksi, konten yang baik bukan hanya yang dilihat, tapi juga yang menggerakkan.
Baca juga: Ini Strategi Kelvin Steviano, Membuat Konten yang Berbeda dan Susah Ditiru
bagikan