Agatha Yoanita
∙09 January 2024
Di tengah persaingan yang semakin ketat dalam dunia digital marketing, pendekatan yang digunakan untuk menjual produk atau layanan menjadi krusial untuk kesuksesan bisnis. Salah satu pendekatan sering diperdebatkan adalah "soft-selling" dan "up-selling". Meskipun keduanya bertujuan untuk meningkatkan penjualan, metodenya sangat berbeda dan berdampak pada persepsi pelanggan. Apa sih perbedaannya? Mana yang lebih baik? Yuk, kita bedah bareng-bareng!
Soft selling adalah pendekatan pemasaran di mana penekanan diberikan pada pembangunan hubungan dan penciptaan kepercayaan dengan pelanggan. Metode ini lebih fokus pada memberikan informasi, pendekatan persuasif yang bersahabat, dan menciptakan pengalaman positif bagi pelanggan. Dalam soft selling, penekanan utama adalah memahami kebutuhan pelanggan dan memberikan solusi tanpa menciptakan tekanan untuk membeli.
Salah satu keunggulan soft selling adalah kemampuannya untuk menciptakan hubungan yang berkualitas antara brand (merek) dan pelanggan. Bukan hanya sekadar menjual produk, tetapi juga menciptakan ikatan emosional dan koneksi yang lebih dalam. Dalam era digital, di mana kepercayaan menjadi faktor penentu dan ulasan terhadap produk dapat disebarkan secara terbuka di sosial media, hubungan baik yang kuat dapat menjadi pondasi kesuksesan jangka panjang.
Di Indonesia, Gojek merupakan salah satu startup yang mempraktikkan strategi pemasaran digital dengan pendekatan soft-selling yang sangat efektif. Melalui serangkaian kampanye pemasaran yang mengangkat momen-momen berharga dalam kehidupan sehari-hari, seperti #PesanDariRumah, Hipersensi, Vertigojek, hingga Cerdikiawan, Gojek berhasil menjalin hubungan emosional yang kuat dengan pelanggan. Pendekatan ini tampaknya telah memberikan dampak positif yang signifikan pada citra merek mereka.
Sosial media Gojek menjadi saluran yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan ini. Dari caption yang cerdas hingga konten yang mengikuti tren terkini, semuanya dirancang dengan cermat untuk menarik perhatian audiens yang mereka tuju. Efek dari soft-selling ini tampaknya menjadi kunci keberhasilan Gojek dalam membangun komunikasi yang tidak hanya efektif tetapi juga menarik, menghindarkan kesan promosi konvensional yang terkesan monoton.
Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa interaksi positif yang dihasilkan dari strategi soft-selling Gojek berdampak signifikan pada peningkatan loyalitas pelanggan dan partisipasi mereka dalam berbagai kampanye. Kampanye Cerdikiawan (https://www.youtube.com/watch?v=viUwhsB00i8) dan lainnya menciptakan ruang di mana pelanggan merasa terhubung dengan merek secara lebih mendalam, menggambarkan Gojek tidak hanya sebagai penyedia layanan transportasi, tetapi juga sebagai merek yang memiliki arti dan relevansi dalam kehidupan pelanggan mereka. Pendekatan ini dapat menjadi inspirasi bagi banyak perusahaan dalam merancang strategi pemasaran yang membangun hubungan positif dan autentik dengan pelanggan mereka di era digital ini.
Sementara itu, upselling adalah teknik pemasaran yang menawarkan produk atau layanan tambahan kepada pelanggan dengan harapan meningkatkan nilai transaksi. Meskipun tujuannya adalah meningkatkan penjualan, upselling sering kali dianggap agresif karena mencoba membuat pelanggan membeli lebih banyak dari yang semula direncanakan.
Jangka pendeknya, upselling mungkin terlihat berhasil karena meningkatkan pendapatan seketika. Namun, pada jangka panjang, pelanggan dapat merasa tertipu atau merasa tekanan untuk membeli lebih banyak daripada yang mereka butuhkan atau inginkan. Hal ini dapat merugikan citra merek dan membuat pelanggan ragu untuk bertransaksi kembali.
Baru-baru ini, sering ramai pembeli menceritakan keluhannya terhadap salah satu gerai kopi dan gerai donat ternama melakukan up-selling atau add on, yaitu tambahan biaya yang tidak disadari oleh pembeli saat membeli suatu produk, biasanya makanan atau minuman.
"Lo mau beli kopi di sini hati-hati jangan sampai ketipu kayak gue," seloroh seorang pria di video yang diunggah di TikTok pribadinya @dwikihernawanp dikutip Kamis, (25/5/2023).
Ternyata kemarin ia juga mendengar ada kasus serupa yang viral di lini masa Twitter. "Ada orang yang mau beli donat di Jc*, gue enggak tahu permasalahannya apa tapi intinya si Jc* ini ngelakuin up selling yang itu itu masuk scamming," jelasnya.
Ini secara tidak langsung menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan terhadap merek, yang dapat memiliki dampak yang lebih luas dalam upaya menjangkau pasar baru. Pasar baru mungkin melihat ulasan buruk dari pembeli sebelumnya, yang dapat menghambat potensi pertumbuhan dan penerimaan merek di kalangan audiens yang lebih luas.
Soft selling memberikan penekanan pada membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan. Dengan memahami kebutuhan dan memberikan solusi tanpa tekanan, merek dapat menciptakan ikatan yang kokoh.
Soft selling memungkinkan merek membangun kepercayaan dan kredibilitas. Pelanggan yang merasa didengar dan dihargai akan lebih mungkin mempercayai merek tersebut.
Soft selling berfokus pada memenuhi kebutuhan pelanggan daripada sekadar menjual produk. Kepuasan pelanggan menjadi prioritas, dan ini dapat menghasilkan pelanggan yang loyal.
Penting untuk diingat bahwa setiap interaksi dengan pelanggan merupakan bagian dari pengalaman pembelian. Dengan soft selling, setiap pesan atau konten yang disampaikan diarahkan untuk menciptakan pengalaman positif bagi pelanggan. Ini mencakup memberikan informasi yang berguna, merespons pertanyaan dengan ramah, dan memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Pelanggan yang puas dengan pengalaman soft selling cenderung menjadi advokat merek. Mereka lebih mungkin merekomendasikan produk atau layanan kepada orang lain, membantu meningkatkan eksposur positif merek.
Upselling dapat menyebabkan pelanggan merasa ditekan atau tertipu. Soft selling, sebaliknya, menghindari kesalahpahaman ini dan menciptakan pengalaman pembelian yang positif. Soft selling mampu menghindari perasaan tekanan dari pelanggan. Dalam proses penjualan konvensional, terkadang pelanggan merasa terdorong untuk membeli produk tanpa mempertimbangkan kebutuhan mereka sendiri. Dengan pendekatan yang lebih lembut, pelanggan merasa lebih bebas untuk membuat keputusan tanpa merasa terpaksa.
Dengan demikian, soft selling cenderung lebih berkelanjutan dan efektif dalam membangun hubungan yang langgeng dengan pelanggan. Dengan memprioritaskan kepuasan pelanggan, membangun kepercayaan, dan menciptakan ikatan emosional, soft selling dapat menjadi kunci keberhasilan pemasaran digital yang terus berubah dan berkembang, memerlukan adaptasi konstan dalam strategi pemasaran. Soft selling, dengan pendekatannya yang lebih fleksibel dan adaptif, memungkinkan bisnis untuk bergerak sejalan dengan tren dan perubahan dalam perilaku konsumen di ranah digital.
bagikan
ARTIKEL TERKAIT
Hi!👋
Kamu bisa menghubungi kami via WhatsApp