Rizki Panosa
∙03 July 2025
Dari lembar koran pagi hingga video viral berdurasi 15 detik, cara kita menyerap berita dan hiburan telah berubah drastis. Attention span—kemampuan kita untuk mempertahankan fokus—menyusut seiring maraknya platform video singkat seperti TikTok. Artikel ini mengupas perjalanan attention span, implikasi sosial-kultural, serta strategi adaptasi, sekaligus menghadirkan solusi pelatihan digital dari Purwadhika agar kamu siap bersaing di era informasi kilat.
Perubahan ini menuntut kita mengasah literasi digital untuk tetap mendapatkan informasi mendalam sekaligus efisien.
Gen Z dan Milenial muda tumbuh bersama smartphone dan platform video singkat seperti TikTok, yang mempengaruhi cara otak mereka memproses informasi. Beberapa temuan kunci dari penelitian “Hubungan Durasi TikTok dan Rentang Perhatian pada Pengguna Aktif di Usia Dewasa Muda” (Daniel & Yohanes, 2024), antara lain:
Korelasi Negatif Signifikan Analisis korelasi Pearson menunjukkan semakin lama durasi penggunaan TikTok per hari, semakin rendah rentang perhatian pengguna .
Metode dan Instrumen Responden dipilih secara purposive sampling dan mengisi kuesioner daring yang mengukur durasi penggunaan TikTok (jam/hari) serta rentang perhatian menggunakan Attentional Control Scale.
“TikTok Brain” Istilah populer ini menggambarkan adaptasi otak pada aliran konten mikro. Studi menyebut hampir 50% pengguna merasa video berdurasi >1 menit, dimana hal tersebut menimbulkan stres, memaksa otak untuk terus-menerus melakukan switch dan mempersingkat fokus .
Multitasking Digital Sekitar 72% responden melaporkan membuka dua aplikasi atau lebih secara bersamaan, yang semakin memecah konsentrasi per tugas dan menurunkan efektivitas kognitif.
Fenomena ini bukan sekadar anggapan; data empiris menunjukkan adaptasi otak Gen Z pada konten super-cepat mendorong pelaku konten dan brand untuk merancang pesan yang “menangkap” perhatian dalam hitungan detik.
Studi Lang (2000) tentang kapasitas terbatas otak menunjukkan bahwa overload informasi cepat memicu kelelahan kognitif. Generasi sebelum internet intensif hanya dihadapkan pada arus informasi lambat, sehingga free cognitive resources mereka lebih banyak .
Budaya “Scroll Tanpa Henti” FOMO (Fear of Missing Out) memicu kecemasan; 64% pengguna mengakui sulit “lepas” dari feed.
Pendidikan
Perubahan ini memunculkan peluang baru bagi kreator dan brand yang paham format baru sembari menjaga kualitas pesan.
Dengan strategi seperti di atas, brand tak hanya dilihat sekilas, tapi juga mudah diingat oleh audiens.
Memahami dua kutub ini penting untuk menyusun strategi konten berkelanjutan.
Langkah-langkah ini membantu kamu menemukan keseimbangan antara kecepatan dan kedalaman dalam setiap aktivitas.
Attention span kita memang telah berevolusi bersama teknologi: dari koran hingga TikTok. Data empiris mengonfirmasi bahwa konsumsi video pendek berlebihan menurunkan kemampuan fokus. Oleh karena itu, memahami pola konsumsi konten menjadi kunci bagi brand untuk tetap relevan dan membangun keterlibatan secara efektif di era serba cepat ini.
Ingin memperkuat keterampilan digital dan menghadapi tantangan attention span? Bergabunglah dengan Purwadhika—pelatihan coding, digital marketing, dan data science kami dirancang untuk melatih kamu bekerja efektif di era informasi kilat sekaligus mendalam.
Daftar sekarang di Purwadhika dan jadilah profesional digital yang adaptif dan unggul!
bagikan
ARTIKEL TERKAIT