purwadhika-logo
hamburger-menu

Dari Koran ke TikTok: Evolusi Attention Span di Era Media Sosial Indonesia

Rizki Panosa

03 July 2025

Attention Span

Dari lembar koran pagi hingga video viral berdurasi 15 detik, cara kita menyerap berita dan hiburan telah berubah drastis. Attention span—kemampuan kita untuk mempertahankan fokus—menyusut seiring maraknya platform video singkat seperti TikTok. Artikel ini mengupas perjalanan attention span, implikasi sosial-kultural, serta strategi adaptasi, sekaligus menghadirkan solusi pelatihan digital dari Purwadhika agar kamu siap bersaing di era informasi kilat.

Perubahan Cara Mengonsumsi Informasi

  1. Koran & Majalah
  • Konsumsi linier, mendalam, butuh waktu 30–60 menit per edisi.
  • Membentuk kebiasaan literasi tinggi; diskusi panjang dan refleksi mendalam.
  1. Masa Televisi & Radio
  • Kombinasi audio-visual, namun durasi terstruktur (30 – 60 menit).
  • Pajang iklan yang “menyela” memaksa penonton keluar dari alur cerita.
  1. Internet & Blog
  • Hyperlink memudahkan eksplorasi, pembaca bebas melompat antar topik.
  • Rata-rata artikel blog singkat sekitar 600–800 kata, memicu kebiasaan “skim reading.”
  1. Media Sosial & Aplikasi Pendek
  • Konten 15–60 detik (stories, reels, TikTok) menuntut perhatian instan.
  • Algoritma rekomendasi “menggiring” pengguna menghabiskan rata-rata 4–5 jam/hari di platform video pendek .

Perubahan ini menuntut kita mengasah literasi digital untuk tetap mendapatkan informasi mendalam sekaligus efisien.

Fenomena Attention Span Pendek di Kalangan Gen Z dan Milenial Muda

Gen Z dan Milenial muda tumbuh bersama smartphone dan platform video singkat seperti TikTok, yang mempengaruhi cara otak mereka memproses informasi. Beberapa temuan kunci dari penelitian “Hubungan Durasi TikTok dan Rentang Perhatian pada Pengguna Aktif di Usia Dewasa Muda” (Daniel & Yohanes, 2024), antara lain:

  • Korelasi Negatif Signifikan Analisis korelasi Pearson menunjukkan semakin lama durasi penggunaan TikTok per hari, semakin rendah rentang perhatian pengguna .

  • Metode dan Instrumen Responden dipilih secara purposive sampling dan mengisi kuesioner daring yang mengukur durasi penggunaan TikTok (jam/hari) serta rentang perhatian menggunakan Attentional Control Scale.

  • “TikTok Brain” Istilah populer ini menggambarkan adaptasi otak pada aliran konten mikro. Studi menyebut hampir 50% pengguna merasa video berdurasi >1 menit, dimana hal tersebut menimbulkan stres, memaksa otak untuk terus-menerus melakukan switch dan mempersingkat fokus .

  • Multitasking Digital Sekitar 72% responden melaporkan membuka dua aplikasi atau lebih secara bersamaan, yang semakin memecah konsentrasi per tugas dan menurunkan efektivitas kognitif.

Fenomena ini bukan sekadar anggapan; data empiris menunjukkan adaptasi otak Gen Z pada konten super-cepat mendorong pelaku konten dan brand untuk merancang pesan yang “menangkap” perhatian dalam hitungan detik.

Generasi Sebelumnya: Kenapa Mereka Bisa Fokus Lebih Lama?

  • Akses Terbatas: Hanya beberapa saluran berita dan koran cetak, memaksa “deep reading.”
  • Ritual Offline: Diskusi kopi pagi, klub buku, dan ruang kelas tradisional menumbuhkan ketahanan fokus.
  • Beban Kognitif Lebih Ringan: Tanpa notifikasi instan, otak punya waktu untuk “recovery” antara satu topik dan topik lain.

Studi Lang (2000) tentang kapasitas terbatas otak menunjukkan bahwa overload informasi cepat memicu kelelahan kognitif. Generasi sebelum internet intensif hanya dihadapkan pada arus informasi lambat, sehingga free cognitive resources mereka lebih banyak .

Dampak Sosial dan Budaya: Apa yang Berubah?

  1. Budaya “Scroll Tanpa Henti” FOMO (Fear of Missing Out) memicu kecemasan; 64% pengguna mengakui sulit “lepas” dari feed.

  2. Pendidikan

  • Kurikulum digital harus diintegrasikan dengan micro-learning agar sesuai attention span siswa.
  • Metode gamifikasi dan video ringkas terbukti meningkatkan retensi hingga 30%.
  1. Pemasaran & Iklan
  • Data menunjukkan iklan dengan hook di 3 detik pertama mendapatkan engagement 2× lipat dibanding iklan 15 detik tanpa hook.
  1. Interaksi Sosial
  • Percakapan tatap muka terganggu; 58% responden mengaku memeriksa ponsel saat ngobrol semata-mata karena “takut ketinggalan” update.

Perubahan ini memunculkan peluang baru bagi kreator dan brand yang paham format baru sembari menjaga kualitas pesan.

Bagaimana Brand dan Konten Kreator Menghadapi Fenomena Ini?

  • Hook Instan: Mulai video dengan pertanyaan provokatif atau visual tak terduga.
  • Micro-Series: Mengemas materi panjang menjadi beberapa batch 30–60 detik, terbukti meningkatkan completion rate hingga 80%.
  • Interaktivitas Real-Time: Polling, filter AR, dan live Q&A mengundang pengguna “stay” lebih lama.
  • Storytelling Emosional: Meski singkat, cerita yang menyentuh memicu dopamine dan memori jangka panjang.
  • Optimasi Algoritma: Mengikuti tren audio/musik, hashtag, dan waktu posting optimal (pagi 07.00–09.00 & sore 17.00–19.00).

Dengan strategi seperti di atas, brand tak hanya dilihat sekilas, tapi juga mudah diingat oleh audiens.

Prediksi Masa Depan: Apakah Attention Span Akan Makin Pendek?

  • Teknologi AR/VR: Konten immersive bakal mempersingkat batas interaksi—otomatis memaksa pengguna “turun langsung” ke inti informasi.
  • Gerakan Slow Media: Komunitas “lambat” tumbuh, menawarkan podcast panjang, artikel mendalam, dan newsletter eksklusif untuk audiens yang rindu kedalaman.
  • Segmentasi Attention Span: Terbagi ke dua kutub—ultra-cepat untuk hiburan instan dan ultra-mendalam untuk topik kompleks.

Memahami dua kutub ini penting untuk menyusun strategi konten berkelanjutan.

Tips Meningkatkan Fokus di Era Konten Singkat

  1. Teknik Pomodoro: 25 menit fokus + 5 menit istirahat; cocok untuk “melatih ulang” rentang perhatian.
  2. Kontrol Notifikasi: Tandai aplikasi prioritas, sisanya nonaktifkan saat jam kerja atau belajar.
  3. Digital Detox Berkala: Jadwalkan 1–2 jam bebas gadget setiap hari untuk pemulihan kognitif.
  4. Latihan Mindfulness: Meditasi 5 menit pagi hari dapat meningkatkan attentional control hingga 20%.
  5. Konsumsi Slow Content: Sempatkan membaca buku atau mendengarkan podcast 30+ menit—melatih otak untuk stay longer.

Langkah-langkah ini membantu kamu menemukan keseimbangan antara kecepatan dan kedalaman dalam setiap aktivitas.

Attention span kita memang telah berevolusi bersama teknologi: dari koran hingga TikTok. Data empiris mengonfirmasi bahwa konsumsi video pendek berlebihan menurunkan kemampuan fokus. Oleh karena itu, memahami pola konsumsi konten menjadi kunci bagi brand untuk tetap relevan dan membangun keterlibatan secara efektif di era serba cepat ini.

Ingin memperkuat keterampilan digital dan menghadapi tantangan attention span? Bergabunglah dengan Purwadhika—pelatihan coding, digital marketing, dan data science kami dirancang untuk melatih kamu bekerja efektif di era informasi kilat sekaligus mendalam.

Daftar sekarang di Purwadhika dan jadilah profesional digital yang adaptif dan unggul!


bagikan


wa-button